Hukum Kriminal

Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 9 Perkara Pidum

20
×

Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 9 Perkara Pidum

Sebarkan artikel ini

Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, pada hari Jumat tanggal 24 Januari 2025, Kajati Jatim Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL memimpin Ekspose Mandiri 9 (sembilan) perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif melalui sarana virtual, dengan dihadiri oleh Wakajati, Aspidum, dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Sidoarjo (Plh), Kajari Kota Malang, Kajari Kabupaten Probolinggo, Kajari Magetan, Kajari Tuban, Kajari Situbondo, kajari Pacitan yang terdiri dari : 5 Perkara Orharda dan 4 Perkara Penyalahgunaan Narkotika, yaitu :

5 (LIMA) PERKARA ORHARDA, yang terdiri dari :

• 2 (dua) perkara Tindak Pidana Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 363 AYAT (1) KUHP yang diajukan oleh Kejari Kota Malang dan Kejari Kabupaten Probolinggo Primair Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP Subsidiair Pasal 362 KUHP ;
• 1 (satu) perkara Perlindungan Anak yang memenuhi ketentuan Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 ayat (1) KUHP yanga diajukan oleh Kejari Sidoarjo;
• 2 (dua) perkara Laka Lantas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 ayat (1) dan (3) Undang-undang RI No. 22 Tahun 2009 (Lalu lintas dan Angkutan Jalan) yang diajukan oleh Kejari Magetan dan Kejari Tuban;

4 (EMPAT) PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA ;
Disangka melanggar Pasal 132 Ayat (1) Juncto Pasal 112 ayat (1) sub 127 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang diajukan oleh Kejari Situbondo (3 perkara) dan disangka melanggar pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang diajukan oleh Kajari Pacitan (1 perkara)

Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.

Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Perja No 15 Tahun 2020, yaitu : Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user); tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika.